BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Kemantapan
Teori
Kemantapan Teori
Secara umum teori diartikan sebagai pendapat. Sedangkan dalam pengertian
khusus, teori hanya digunakan dalam lingkungan ilmu atau biasa disebut teori
ilmiah. Dalam pengertian khusus ini, Kerlinger (1973:9) menyatakan bahwa :A
theory is a set of interrelated constructs (concepts), definitions, and
propositions that present a systematic view of phenomena by specifying
relations among variables, with the purpose of explaning and predicting the
phenomena.”Di dalam definisi ini terkandung tiga konsep penting. Pertama, suatu
teori adalah satu set proposisi yang terdiri atas konsep-konsep yang
berhubungan. Kedua, teori memperlihatkan hubungan antarvariabel atau antar
konsep yang menyajikan suatu pandangan yang sistematik tentang fenomena.
Ketiga, teori haruslah menjelaskan variabelnya dan bagaimana variabel itu
berhubungan.
Teori mempunyai hubungan yang erat
dengan penelitian dan juga dapat meningkatkan arti dari penemuan penelitian.
Tanpa teori, penemuan tersebut akan merupakan keterangan-keterangan empiris
yang berpencar. Makin banyak penelitian yang dituntun oleh teori, maka makin
banyak pula kontribusi penelitian yang secara langsung dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan (disarikan dari Moh. Nazir, 1983:22-25).
2. Penalaran
Deduktif dan Induktif
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari
pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan
pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi –
proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau
dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang
dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil
kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik
suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Ciri pertama adalah proses berpikir
logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola
tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah
sifat analitik dari proses berpikirnya. Dalam makalah telah dikemukakan
dasar-dasar bagi jalan pikiran atau proses penalaran sebagai landasan bagi
argumentasi.dasar-dasar itu meliputi pengertian inferensi, implikasi, evidensi,
dan cara menilai fakta dan evidensi utuk dipergunakan dalam sebuah argumentasi.
Proses penalaran atau jalan pikiran
manusia pada hakikatnya sangat kompleks dan rumit, dan dapat terdiri dari suatu
mata rantaievidensi dan kesimpulan-kesimpulam.karena kekompleksan dan kerumitan
itulah maka tidak mengherankan bila ahli-ahli logika dan psikolog tidak selalu
sepakat mengenai beberapa unsur dari proses penalaran itu.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
yang membuat kemantapan teori erat hubungannya dengan suatu penelitian.?
2. Jenis
penalaran apakah yang bertolak dari pengamatan indra (observasi empirik)
C. Tujuan Makalah
Agar
dapat mengetahui macam- macam penalaran berdasarkan pola pikir dari berbagai
pendapat para ahli, serta mengetahui tentang bagaimana pemikiran yang bersifat
induktif dan deduktif.
D. Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa
dapat memperluas wawasan tentang arti penalaran atau teori dan dapat mengetahui
pola berpikir induktif dan diduktif serta dapat menerapkannya dikehidupan.
2. Guru,
dapat menjelaskan berbagai macam teori yang telah dikembangkan oleh para ahli,
3. Unlam,
menambah referinsi buku yang menyangkut tentang macam- macam teori, dan
berpikir induktif dan deduktif.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Berpikir merupakan manipulasi atau
organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambing-lambang sehingga
tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak (Floyd L. Ruch dlm bukunya
yg klasik, Psychology and Life (1976)).
Menurut Paul Mussen dan Mark R. Rosenzweig, “The
term ‘thinking’ refers to many kind of activities that involve the manipulation
of concept and symbols, representation of objects and event” (1973). Jadi,
berpikir menunjukkan berbagai kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan
lambang, sebagai pengganti objek dan peristiwa. Jelas berpikir melibatkan
penggunaan lambing, visual atau grafis. Tetapi untuk apa orang berpikir?
Berpikir kita lakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan
(decision making), memecahkan persoalan (problem solving), dan menghasilkan
yang baru (creativity). Memahami relitas berarti menarik kesimpulan, meneliti
berbagai kemungkinan penjelasan dari realitas eksternal dan internal. Sehingga
dengan singkat, Anita Taylor et al. Mendefinisikan berpikir sebagai proses
penarikan kesimpulan. Thinking is a inferring process (Taylor et al. 1977).
Menurut para ahli filsafat ilmu
pengetahuan, bahwa sejatinya ‘tidak semua kegiatan berpikir (penalaran) manusia
mendasarkan pada penalaran ilmiah (deduktif atau induktif)’. Ada juga kegiatan
berpikir manusia berdasarkan:
1. perasaan,
emosi yang sering disebut ‘intuisi’. Kegiatan berpikir secara intuisi sering
disebut berpikir secara nonanalitik;
2. wahyu’,
atau firman Tuhan dalam proses ibadah atau kegiatan-kegiatan sosial-budaya sehari-hari.
Jadi, berdasarkan ‘hakikat proses usaha’ manusia dalam memperoleh ilmu
pengetahuan, maka pengetahuan yang berkembang di masyarakat dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:
a. pengetahuan
sebagai hasil produk pikiran analitik dan nonanalitik manusia;
b.
pengetahuan sebagai pemberian ‘wahyu’
dari Tuhan. Hal ini sering disebut ‘pengetahuan agama’ (Suriasumantri, 1998;
Hanafi, H., 2004).
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang memiliki
kemampuan untuk berpikir (homo thinking), makhluk yang mampu membangun atau
mengembangkan potensi rasa dan karsa (emosional quition); dan makhluk yang
mampu membangun kualitas kedekatan pata Tuhan (spiritual quation) (Muthahhari,
M.. 1997; Tafsir, A. 2007). Jadi, manusia adalah makhluk ‘multi dimensional’,
dengan segala kemampuan yang dimiliki manusia mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan, dan ilmu pengetahuan itulah yang menjadi senjata pamungkas bagi
manusia dalam mengusai atau memberdayakan alam seisinya. Kemampuan multidimensi
tersebut, menyebabkan manusia mampu mengembangkan beragam ilmu pengetahuan atau
kebudayaan yang kompleks menuju keunggulan hidup (civilization).
Ismaun (2001:32) mengemukakan bahwa
teori adalah pernyataan yang berisi kesimpulan tentang adanya keteraturan
subtantif. Menemukan keteraturan itulah tugas ilmuwan, dan dengan kemampuan
kreatif rekayasanya, ilmuwan dapat membangun keteraturan rekayasa. Keteraturan
rekayasa ini dapat dibedakan dalam tiga keteraturan, yaitu : (1) keteraturan
alam, (2) keteraturan kehidupan sosial manusia dan (3) keteraturan rekayasa
teknologi.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Teori
Teori yang
dirumuskan untuk menjelaskan, memprediksi, dan memahami fenomena dan, dalam
banyak kasus, untuk menantang dan memperluas pengetahuan yang ada, dalam
batas-batas asumsi melompat-lompat kritis.
Kerangka teoritis adalah struktur yang dapat menahan atau mendukung
teori studi penelitian. Kerangka
teoritis memperkenalkan dan menjelaskan teori yang menjelaskan mengapa masalah
penelitian yang diteliti ada.
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel,
definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan
sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan
menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.
Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran
teoritis” yang mereka definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa
variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan.
Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada
bidang-bidang pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan
konteks diskusi. Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta
yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta. Selain itu, berbeda dengan teorema, pernyataan
teori umumnya hanya diterima secara "sementara" dan bukan merupakan
pernyataan akhir yang konklusif. Hal ini mengindikasikan bahwa teori berasal
dari penarikan kesimpulan yang memiliki potensi kesalahan, berbeda dengan
penarikan kesimpulan pada pembuktian matematika. Sedangkan secara lebih
spesifik di dalam ilmu sosial, terdapat pula teori sosial. Neuman mendefiniskan
teori sosial adalah sebagai sebuah sistem dari keterkaitan abstraksi atau
ide-ide yang meringkas dan mengorganisasikan pengetahuan tentang dunia sosial. Perlu
diketahui bahwa teori berbeda dengan idiologi, seorang peneliti kadang-kadang
bias dalam membedakan teori dan ideologi. Terdapat kesamaan di antara kedunya,
tetapi jelas mereka berbeda.
Teori dapat merupakan bagian dari ideologi, tetapi
ideologi bukan teori. Contohnya adalah Aleniasi manusia adalah sebuah teori
yang diungkapakan oleh Karl Marx, tetapi Marxis atau Komunisme secara
keseluruhan adalah sebuah ideologi. Dalam ilmu pengetahuan, teori dalam ilmu
pengetahuan berarti model atau kerangka pikiran yang menjelaskan fenomena alami
atau fenomena sosial tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi
menurut metode ilmiah. Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti
kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan
menguasai fenomena tertentu (misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di
alam, atau tingkah laku hewan). Sering kali, teori dipandang sebagai suatu
model atas kenyataan (misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan).
Sebuah teori membentuk generalisasi atas banyak pengamatan dan terdiri atas
kumpulan ide yang koheren dan saling berkaitan.
Istilah teoritis dapat digunakan untuk menjelaskan
sesuatu yang diramalkan oleh suatu teori namun belum pernah terpengamatan.
Sebagai contoh, sampai dengan akhir-akhir ini, lubang hitam dikategorikan
sebagai teoritis karena diramalkan menurut teori relativitas umum tetapi belum
pernah teramati di alam. Terdapat miskonsepsi yang menyatakan apabila sebuah
teori ilmiah telah mendapatkan cukup bukti dan telah teruji oleh para peneliti
lain tingkatannya akan menjadi hukum ilmiah. Hal ini tidaklah benar karena
definisi hukum ilmiah dan teori ilmiah itu berbeda. Teori akan tetap menjadi
teori, dan hukum akan tetap menjadi hukum.
Teori adalah
serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan
yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan
menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel,
dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.
Teori juga
merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun
teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu misalnya,
benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan. Sering
kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan. Misalnya : apabila
kucing mengeong berarti minta makan.
Hubungan antara hipotesis dengan teori
Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang
dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji
secara empiris. Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan
hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan
hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis. Hipotesis ini,
diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan
dengan masalah yang akan diteliti. Oleh karena itu teori yang tepat akan
menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara
atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam penelitian
kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti
menguji hipotesis yang diturunkan dari teori. Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil
yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai
fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan
fenomena alamiah (John
W Creswell, Research Design: Qualitative & Quantitative Approach, (London:
Sage, 1993) hal 120)
Sedangkan secara lebih spesifik di dalam ilmu
sosial, terdapat pula teori sosial. Neuman mendefiniskan Teori Sosial adalah sebagai sebuah sistem
dari keterkaitan abstraksi atau ide-ide yang meringkas dan mengorganisasikan pengetahuan
tentang dunia sosial. (W.L
Neuman, Social Research Methods: Qualitative & Quantitative Approach,
(London: Sage, 2003).
B.
Berpikir induktif
Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang
bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum
(Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal 444 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006).
Induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu
kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.
Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan
yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi
yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum (filsafat ilmu.hal 48
Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005).
Berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam
berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan
difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti.
Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. (www.id.wikipedia.com).
Jalan induksi mengambil jalan tengah, yakni di antara jalan yang memeriksa cuma
satu bukti saja dan jalan yang menghitung lebih dari satu, tetapi boleh
dihitung semuanya satu persatu. Induksi mengandaikan, bahwa karena beberapa
(tiada semuanya) di antara bukti yang diperiksanya itu benar, maka sekalian
bukti lain yang sekawan, sekelas dengan dia benar pula.
Menurut Suriasumantri (2001: 48), “ Induktif
merupakan cara berpikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum
dari berbagai kasus yang bersifat individual.”
Contoh
:
Kambing mempunyai mata, gajah mempunyai mata, kerbau
mempunyai mata, dan harimau mempunyai mata. Dari kenyataan-kenyataan ini, kita
dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum, yaitu semua binatang yang berkaki
empat mempunyai mata.
Jenis-jenis
penalaran induktif antara lain :
1.
Generalisasi
Generalisasi
adalah proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju
kesimpulan umum.Contoh Generalisasi :
v Nikita
Willy adalah bintang sinetron, dan ia berparas cantik.
v Marshanda
adalah bintang sinetron, dan ia berparas cantik.
Generalisasi: Semua bintang sinetron berparas
cantik.
Pernyataan “semua bintang sinetron berparas
cantik” hanya memiliki kebenaran probabilitas karena belum pernah diselidiki
kebenarannya.
Contoh kesalahannya:
Omas juga bintang iklan, tetapi tidak berparas
cantik.
2.
Analogi induktif
Analogi
induktif, yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua
fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama
terjadi juga pada fenomena kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang
sangat bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima
berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua barang khusus yang
diperbandingkan.
Cara
penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang
sama.
Analogi mempunyai 4 fungsi,antara lain :
·
Membandingkan beberapa orang yang
memiliki sifat kesamaan
·
Meramalkan kesaman
·
Menyingkapkan kekeliruan
·
klasifikasi
Contoh
analogi :
Demikian pula
dengan manusia yang tidak berilmu dan tidak berperasaan, ia akan sombong dan
garang. Oleh karena itu, kita sebagai manusia apabila diberi kepandaian dan
kelebihan, bersikaplah seperti padi yang selalu merunduk.
3. Analogi Deklaratif
Analogi deklaratif merupakan metode untuk
menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan
sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini sangat bermanfaat karena ide-ide baru
menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang
sudah kita ketahui atau kita percayai.
contoh
analogi deklaratif :
deklaratif
untuk penyelenggaraan negara yang baik diperlukan sinergitas antara kepala
negara dengan warga negaranya. Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan
yang benar diperlukan sinergitas antara akal dan hati.
C. Berpikir deduktif
Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang
berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang
khusus dari yang umum, lawannya induksi (Kamus Umum Bahasa Indonesia hal 273
W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006.
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan
yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan
kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan
silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. (Filsafat
Ilmu.hal 48-49 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang
menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam
bagian-bagiannya yang khusus. (www.id.wikipedia.com).
Penalaran deduktif menggunakan bentuk bernalar
deduksi. Deduksi yang berasal dari kata de dan ducere, yang berarti proses
penyimpulan pengetahuan khusus dari pengetahuan yang lebih umum. Perihal khusus
tersebut secara implisit terkandung dalam yang lebih umum. Maka, deduksi
merupakan proses berpikir dari pengetahuan umum ke individual.
Selanjutnya menurut Suriasumantri (2001: 49), “
Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran induktif.
Deduktif adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum
ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus.”
Contoh :
Semua manusia akan
mati.
Si Polan adalah
manusia.
Jadi Si Polan akan
mati.
Salah satu karakteristik matematika adalah bersifat deduktif.
Dalam pembelajaran matematika, pola pikir deduktif itu penting dan merupakan
salah satu tujuan yang bersifat formal,
yang memberi tekanan pada penataan nalar. Meskipun pola pikir deduktif itu
sangat penting, namun dalam pembelajaran matematika masih sangat diperlukan
penggunaan pola pikir induktif. Menurut Soedjadi (2000: 45), “ Penyajian
matematika perlu dimulai dari contoh-contoh, yaitu hal-hal yang khusus,
selanjutnya secara bertahap menuju kepada pembentukan suatu kesimpulan yang
bersifat umum. Kesimpulan itu dapat berupa definisi atau teorema.” Selanjutnya
menurut Soedjadi (2000: 46), “ Bila kondisi kelas memungkinkan, kebenaran
teorema dapat dibuktikan secara deduktif. Namun jika pembuktian dipandang
berat, pola pikir deduktif dapat diperkenalkan melalui penggunaan definisi
ataupun teorema.”
Penalaran deduktif adalah cara berpikir dengan
berdasarkan suatu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan. Pernyataan
tersebut merupakan premis, sedangkan kesimpulan merupakan implikasi pernyataan
dasar tersebut. Artinya, apa yang dikemukakan dalam kesimpulan sudah tersirat
dalam premisnya. Jadi, proses deduksi sebenarnya tidak menghasilkan suatu
konsep baru, melainkan pernyataan atau kesimpulan yang muncul sebagai
konsistensi premis-premisnya.
Contoh
klasik dari penalaran deduktif:
·
Semua manusia pasti mati (premis mayor)
·
Sokrates adalah manusia (premis minor)
·
Sokrates pasti mati (kesimpulan)
Penalaran deduktif tergantung pada premisnya.
Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah
dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.
Alternatif dari penalaran deduktif adalah penalaran induktif.
Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis,
definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk
memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang
gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan
demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata
kunci untuk memahami suatu gejala.
Macam-macam penarikan kesimpulan secara deduktif
Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat
dilakukan secara langsung dan dapat pula dilakukan secara tidak langsung.
1. Menarik Simpulan
secara Langsung
Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari
satu premis. Sebaliknya, konklusi yang ditarik dari dua premis dosebut simpulan
tak langsung.
Misalnya
:
Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin. (premis)
Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan.
(simpulan)
Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua gajah adalah berbelai. (premis)
Tidak satu pun gajah adalah takberbelai. (simpulan)
Tidak satu pun yang takberbelai adalah gajah.
(simpulan)
2. Menarik Simpulan
secara Tidak Langsung
Pernalaran deduksi yang berupa penarikan simpulan
secara tidak langsung memrlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis ini
akan dihasilkjan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang
bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.Untuk
menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis
(pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuan yang semua orang sudah tahu,
umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan berdarah dingin, semua sarjana
adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua pohon kelapa adalah serabut.
BAB
IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan
dari penalaran deduktif dan induktif. Dimana lebih lanjut penalaran deduktif
terkait dengan rasionalisme dan penalaran induktif dengan empirisme. Secara
rasional ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan
secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai fakta dengan yang
tidak. Karena itu sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan
rasional yang diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara, Penjelasan
sementara ini biasanya disebut hipotesis.
Hipotesis ini pada dasarnya disusun secara deduktif
dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui
sebelumnya, kemudian pada tahap pengujian hipotesis proses induksi mulai
memegang peranan di mana dikumpulkan fakta-fakta empiris untuk menilai apakah
suatu hipotesis di dukung fakta atau tidak. Sehingga kemudian hipotesis
tersebut dapat diterima atau ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa nalar
deduktif dan nalar induktif diperlukan dalam proses pencarian pengetahuan yang
benar.
DAFTAR
PUSTAKA
Jujun S. Suriasumantri. Ilmu dalam Persfektif.
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005
Jujun S, Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah
Pengantar Populer. Pustakan Sinar Harapan, Jakarta, 2003
Louis O. Kattsof. Pengantar Filsafat. Tiara Wacana
Yogya, Yogyakarta,2004
Mark Rowlands. Menikmati Filsafat melalui film
science-fiction. Mizan, Bandung, 2004
Stephen Law, Filsafat Itu Heboh. Teraju, Bandung,
2003
Tan Malaka, MADILOG. Pusat Data Indikator, Jakarta,
1999
Pustaka web site. www.id.wikipedia.com
Abraham,
F.M. 1982. Modern Sociological Theory, An Introduction, Oxford University
Press. Delhi.
Agus, B.1999. Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial,
PT.Gema Insani Press. Jakarta.
Agustian, Ary G. 2005. Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ). Penerbit ARGA. Jakarta.
Alvesson, M. and Skoldberg. 2000. Reflexive
Methodology. New Vistas for Qualitative Research, SAGE Publications, Inc.
London.
Ankersmit. 1987. Denken over geschiedenis. Een
overzicht van moderne geschiedfilosofische opvattingen. Dick Hartoko
(penerjemah). Refleksi tentang Sejarah. Pendapat-pendapat Modern tentang
Filsafat Sejarah. 1987.PT. Gramdeia. Jakarta.
Bakri, M. (ed). 2002. Metodologi Penelitian
Kualitatif, Tinjauan Teoritis dan Praktis, Lemlit Iniversitas Islam Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar