Kamis, 11 Oktober 2012

makalah kemantapan teori,pola berpikir induktif dan deduktif


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

1.      Kemantapan Teori

Kemantapan Teori Secara umum teori diartikan sebagai pendapat. Sedangkan dalam pengertian khusus, teori hanya digunakan dalam lingkungan ilmu atau biasa disebut teori ilmiah. Dalam pengertian khusus ini, Kerlinger (1973:9) menyatakan bahwa :A theory is a set of interrelated constructs (concepts), definitions, and propositions that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with the purpose of explaning and predicting the phenomena.”Di dalam definisi ini terkandung tiga konsep penting. Pertama, suatu teori adalah satu set proposisi yang terdiri atas konsep-konsep yang berhubungan. Kedua, teori memperlihatkan hubungan antarvariabel atau antar konsep yang menyajikan suatu pandangan yang sistematik tentang fenomena. Ketiga, teori haruslah menjelaskan variabelnya dan bagaimana variabel itu berhubungan.
Teori mempunyai hubungan yang erat dengan penelitian dan juga dapat meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa teori, penemuan tersebut akan merupakan keterangan-keterangan empiris yang berpencar. Makin banyak penelitian yang dituntun oleh teori, maka makin banyak pula kontribusi penelitian yang secara langsung dapat mengembangkan ilmu pengetahuan (disarikan dari Moh. Nazir, 1983:22-25).

2.      Penalaran Deduktif dan Induktif
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Dalam makalah telah dikemukakan dasar-dasar bagi jalan pikiran atau proses penalaran sebagai landasan bagi argumentasi.dasar-dasar itu meliputi pengertian inferensi, implikasi, evidensi, dan cara menilai fakta dan evidensi utuk dipergunakan dalam sebuah argumentasi.
Proses penalaran atau jalan pikiran manusia pada hakikatnya sangat kompleks dan rumit, dan dapat terdiri dari suatu mata rantaievidensi dan kesimpulan-kesimpulam.karena kekompleksan dan kerumitan itulah maka tidak mengherankan bila ahli-ahli logika dan psikolog tidak selalu sepakat mengenai beberapa unsur dari proses penalaran itu.

B.  Rumusan Masalah
1.      Apakah yang membuat kemantapan teori erat hubungannya dengan suatu penelitian.?
2.      Jenis penalaran apakah yang bertolak dari pengamatan indra (observasi empirik)
C.  Tujuan Makalah
Agar dapat mengetahui macam- macam penalaran berdasarkan pola pikir dari berbagai pendapat para ahli, serta mengetahui tentang bagaimana pemikiran yang bersifat induktif dan deduktif.
D.  Manfaat Penulisan
1.      Mahasiswa dapat memperluas wawasan tentang arti penalaran atau teori dan dapat mengetahui pola berpikir induktif dan diduktif serta dapat menerapkannya dikehidupan.
2.      Guru, dapat menjelaskan berbagai macam teori yang telah dikembangkan oleh para ahli,
3.      Unlam, menambah referinsi buku yang menyangkut tentang macam- macam teori, dan berpikir induktif dan deduktif.





BAB II
TINJAUAN TEORI

Berpikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambing-lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak (Floyd L. Ruch dlm bukunya yg klasik, Psychology and Life (1976)).
Menurut Paul Mussen dan Mark R. Rosenzweig, “The term ‘thinking’ refers to many kind of activities that involve the manipulation of concept and symbols, representation of objects and event” (1973). Jadi, berpikir menunjukkan berbagai kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang, sebagai pengganti objek dan peristiwa. Jelas berpikir melibatkan penggunaan lambing, visual atau grafis. Tetapi untuk apa orang berpikir? Berpikir kita lakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan (decision making), memecahkan persoalan (problem solving), dan menghasilkan yang baru (creativity). Memahami relitas berarti menarik kesimpulan, meneliti berbagai kemungkinan penjelasan dari realitas eksternal dan internal. Sehingga dengan singkat, Anita Taylor et al. Mendefinisikan berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan. Thinking is a inferring process (Taylor et al. 1977).
Menurut para ahli filsafat ilmu pengetahuan, bahwa sejatinya ‘tidak semua kegiatan berpikir (penalaran) manusia mendasarkan pada penalaran ilmiah (deduktif atau induktif)’. Ada juga kegiatan berpikir manusia berdasarkan:
1.      perasaan, emosi yang sering disebut ‘intuisi’. Kegiatan berpikir secara intuisi sering disebut berpikir secara nonanalitik;
2.      wahyu’, atau firman Tuhan dalam proses ibadah atau kegiatan-kegiatan sosial-budaya sehari-hari. Jadi, berdasarkan ‘hakikat proses usaha’ manusia dalam memperoleh ilmu pengetahuan, maka pengetahuan yang berkembang di masyarakat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.       pengetahuan sebagai hasil produk pikiran analitik dan nonanalitik manusia;
b.      pengetahuan sebagai pemberian ‘wahyu’ dari Tuhan. Hal ini sering disebut ‘pengetahuan agama’ (Suriasumantri, 1998; Hanafi, H., 2004).
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang memiliki kemampuan untuk berpikir (homo thinking), makhluk yang mampu membangun atau mengembangkan potensi rasa dan karsa (emosional quition); dan makhluk yang mampu membangun kualitas kedekatan pata Tuhan (spiritual quation) (Muthahhari, M.. 1997; Tafsir, A. 2007). Jadi, manusia adalah makhluk ‘multi dimensional’, dengan segala kemampuan yang dimiliki manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan itulah yang menjadi senjata pamungkas bagi manusia dalam mengusai atau memberdayakan alam seisinya. Kemampuan multidimensi tersebut, menyebabkan manusia mampu mengembangkan beragam ilmu pengetahuan atau kebudayaan yang kompleks menuju keunggulan hidup (civilization).
Ismaun (2001:32) mengemukakan bahwa teori adalah pernyataan yang berisi kesimpulan tentang adanya keteraturan subtantif. Menemukan keteraturan itulah tugas ilmuwan, dan dengan kemampuan kreatif rekayasanya, ilmuwan dapat membangun keteraturan rekayasa. Keteraturan rekayasa ini dapat dibedakan dalam tiga keteraturan, yaitu : (1) keteraturan alam, (2) keteraturan kehidupan sosial manusia dan (3) keteraturan rekayasa teknologi.




BAB III
PEMBAHASAN

A.    Teori
Teori yang dirumuskan untuk menjelaskan, memprediksi, dan memahami fenomena dan, dalam banyak kasus, untuk menantang dan memperluas pengetahuan yang ada, dalam batas-batas asumsi melompat-lompat kritis.  Kerangka teoritis adalah struktur yang dapat menahan atau mendukung teori studi penelitian.  Kerangka teoritis memperkenalkan dan menjelaskan teori yang menjelaskan mengapa masalah penelitian yang diteliti ada.
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan.
Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang-bidang pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi. Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta.  Selain itu, berbeda dengan teorema, pernyataan teori umumnya hanya diterima secara "sementara" dan bukan merupakan pernyataan akhir yang konklusif. Hal ini mengindikasikan bahwa teori berasal dari penarikan kesimpulan yang memiliki potensi kesalahan, berbeda dengan penarikan kesimpulan pada pembuktian matematika. Sedangkan secara lebih spesifik di dalam ilmu sosial, terdapat pula teori sosial. Neuman mendefiniskan teori sosial adalah sebagai sebuah sistem dari keterkaitan abstraksi atau ide-ide yang meringkas dan mengorganisasikan pengetahuan tentang dunia sosial. Perlu diketahui bahwa teori berbeda dengan idiologi, seorang peneliti kadang-kadang bias dalam membedakan teori dan ideologi. Terdapat kesamaan di antara kedunya, tetapi jelas mereka berbeda.
Teori dapat merupakan bagian dari ideologi, tetapi ideologi bukan teori. Contohnya adalah Aleniasi manusia adalah sebuah teori yang diungkapakan oleh Karl Marx, tetapi Marxis atau Komunisme secara keseluruhan adalah sebuah ideologi. Dalam ilmu pengetahuan, teori dalam ilmu pengetahuan berarti model atau kerangka pikiran yang menjelaskan fenomena alami atau fenomena sosial tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu (misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan). Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan (misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan). Sebuah teori membentuk generalisasi atas banyak pengamatan dan terdiri atas kumpulan ide yang koheren dan saling berkaitan.
Istilah teoritis dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang diramalkan oleh suatu teori namun belum pernah terpengamatan. Sebagai contoh, sampai dengan akhir-akhir ini, lubang hitam dikategorikan sebagai teoritis karena diramalkan menurut teori relativitas umum tetapi belum pernah teramati di alam. Terdapat miskonsepsi yang menyatakan apabila sebuah teori ilmiah telah mendapatkan cukup bukti dan telah teruji oleh para peneliti lain tingkatannya akan menjadi hukum ilmiah. Hal ini tidaklah benar karena definisi hukum ilmiah dan teori ilmiah itu berbeda. Teori akan tetap menjadi teori, dan hukum akan tetap menjadi hukum.
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.
Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan. Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan. Misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan.




*      Hubungan antara hipotesis dengan teori
Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris. Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis. Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Oleh karena itu teori yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori. Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah (John W Creswell, Research Design: Qualitative & Quantitative Approach, (London: Sage, 1993) hal 120)
Sedangkan secara lebih spesifik di dalam ilmu sosial, terdapat pula teori sosial. Neuman mendefiniskan Teori Sosial adalah sebagai sebuah sistem dari keterkaitan abstraksi atau ide-ide yang meringkas dan mengorganisasikan pengetahuan tentang dunia sosial. (W.L Neuman, Social Research Methods: Qualitative & Quantitative Approach, (London: Sage, 2003).


B. Berpikir induktif
Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum (Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal 444 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006).
Induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum (filsafat ilmu.hal 48 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005).
Berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. (www.id.wikipedia.com). Jalan induksi mengambil jalan tengah, yakni di antara jalan yang memeriksa cuma satu bukti saja dan jalan yang menghitung lebih dari satu, tetapi boleh dihitung semuanya satu persatu. Induksi mengandaikan, bahwa karena beberapa (tiada semuanya) di antara bukti yang diperiksanya itu benar, maka sekalian bukti lain yang sekawan, sekelas dengan dia benar pula.
Menurut Suriasumantri (2001: 48), “ Induktif merupakan cara berpikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.”

Contoh :
Kambing mempunyai mata, gajah mempunyai mata, kerbau mempunyai mata, dan harimau mempunyai mata. Dari kenyataan-kenyataan ini, kita dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum, yaitu semua binatang yang berkaki empat mempunyai mata.
Jenis-jenis penalaran induktif antara lain :
1.      Generalisasi
 Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju kesimpulan umum.Contoh Generalisasi :
v  Nikita Willy adalah bintang sinetron, dan ia berparas cantik.
v  Marshanda adalah bintang sinetron, dan ia berparas cantik.
 Generalisasi: Semua bintang sinetron berparas cantik.
 Pernyataan “semua bintang sinetron berparas cantik” hanya memiliki kebenaran probabilitas karena belum pernah diselidiki kebenarannya.
 Contoh kesalahannya:
 Omas juga bintang iklan, tetapi tidak berparas cantik.
2.      Analogi induktif
Analogi induktif, yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang sangat bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua barang khusus yang diperbandingkan.
 Cara penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
 Analogi mempunyai 4 fungsi,antara lain :
·         Membandingkan beberapa orang yang memiliki sifat kesamaan
·         Meramalkan kesaman
·         Menyingkapkan kekeliruan
·         klasifikasi
Contoh analogi :
 Demikian pula dengan manusia yang tidak berilmu dan tidak berperasaan, ia akan sombong dan garang. Oleh karena itu, kita sebagai manusia apabila diberi kepandaian dan kelebihan, bersikaplah seperti padi yang selalu merunduk.

3.  Analogi Deklaratif 
Analogi deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini sangat bermanfaat karena ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai.
contoh analogi deklaratif :
deklaratif untuk penyelenggaraan negara yang baik diperlukan sinergitas antara kepala negara dengan warga negaranya. Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang benar diperlukan sinergitas antara akal dan hati.
C. Berpikir deduktif
Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya induksi (Kamus Umum Bahasa Indonesia hal 273 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006.
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. (Filsafat Ilmu.hal 48-49 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. (www.id.wikipedia.com).
Penalaran deduktif menggunakan bentuk bernalar deduksi. Deduksi yang berasal dari kata de dan ducere, yang berarti proses penyimpulan pengetahuan khusus dari pengetahuan yang lebih umum. Perihal khusus tersebut secara implisit terkandung dalam yang lebih umum. Maka, deduksi merupakan proses berpikir dari pengetahuan umum ke individual.
Selanjutnya menurut Suriasumantri (2001: 49), “ Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran induktif. Deduktif adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus.”


Contoh :
Semua manusia akan mati.
Si Polan adalah manusia.
Jadi Si Polan akan mati.
Salah satu karakteristik matematika adalah bersifat deduktif. Dalam pembelajaran matematika, pola pikir deduktif itu penting dan merupakan salah satu  tujuan yang bersifat formal, yang memberi tekanan pada penataan nalar. Meskipun pola pikir deduktif itu sangat penting, namun dalam pembelajaran matematika masih sangat diperlukan penggunaan pola pikir induktif. Menurut Soedjadi (2000: 45), “ Penyajian matematika perlu dimulai dari contoh-contoh, yaitu hal-hal yang khusus, selanjutnya secara bertahap menuju kepada pembentukan suatu kesimpulan yang bersifat umum. Kesimpulan itu dapat berupa definisi atau teorema.” Selanjutnya menurut Soedjadi (2000: 46), “ Bila kondisi kelas memungkinkan, kebenaran teorema dapat dibuktikan secara deduktif. Namun jika pembuktian dipandang berat, pola pikir deduktif dapat diperkenalkan melalui penggunaan definisi ataupun teorema.”
Penalaran deduktif adalah cara berpikir dengan berdasarkan suatu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan. Pernyataan tersebut merupakan premis, sedangkan kesimpulan merupakan implikasi pernyataan dasar tersebut. Artinya, apa yang dikemukakan dalam kesimpulan sudah tersirat dalam premisnya. Jadi, proses deduksi sebenarnya tidak menghasilkan suatu konsep baru, melainkan pernyataan atau kesimpulan yang muncul sebagai konsistensi premis-premisnya.

Contoh klasik dari penalaran deduktif:
·         Semua manusia pasti mati (premis mayor)
·         Sokrates adalah manusia (premis minor)
·         Sokrates pasti mati (kesimpulan)
Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat. Alternatif dari penalaran deduktif adalah penalaran induktif.
Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Macam-macam penarikan kesimpulan secara deduktif
Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula dilakukan secara tidak langsung.
1. Menarik Simpulan secara Langsung
Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis. Sebaliknya, konklusi yang ditarik dari dua premis dosebut simpulan tak langsung.



Misalnya :
Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin. (premis)
Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)
Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Semua gajah adalah berbelai. (premis)
Tidak satu pun gajah adalah takberbelai. (simpulan)
Tidak satu pun yang takberbelai adalah gajah. (simpulan)

2. Menarik Simpulan secara Tidak Langsung
Pernalaran deduksi yang berupa penarikan simpulan secara tidak langsung memrlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis ini akan dihasilkjan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuan yang semua orang sudah tahu, umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan berdarah dingin, semua sarjana adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua pohon kelapa adalah serabut.
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN

Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan dari penalaran deduktif dan induktif. Dimana lebih lanjut penalaran deduktif terkait dengan rasionalisme dan penalaran induktif dengan empirisme. Secara rasional ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai fakta dengan yang tidak. Karena itu sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional yang diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara, Penjelasan sementara ini biasanya disebut hipotesis.
Hipotesis ini pada dasarnya disusun secara deduktif dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya, kemudian pada tahap pengujian hipotesis proses induksi mulai memegang peranan di mana dikumpulkan fakta-fakta empiris untuk menilai apakah suatu hipotesis di dukung fakta atau tidak. Sehingga kemudian hipotesis tersebut dapat diterima atau ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa nalar deduktif dan nalar induktif diperlukan dalam proses pencarian pengetahuan yang benar.





DAFTAR PUSTAKA


Jujun S. Suriasumantri. Ilmu dalam Persfektif. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005
Jujun S, Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Pustakan Sinar Harapan, Jakarta, 2003
Louis O. Kattsof. Pengantar Filsafat. Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta,2004
Mark Rowlands. Menikmati Filsafat melalui film science-fiction. Mizan, Bandung, 2004
Stephen Law, Filsafat Itu Heboh. Teraju, Bandung, 2003
Tan Malaka, MADILOG. Pusat Data Indikator, Jakarta, 1999
Pustaka web site. www.id.wikipedia.com
Abraham, F.M. 1982. Modern Sociological Theory, An Introduction, Oxford University Press. Delhi.
 Agus, B.1999. Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial, PT.Gema Insani Press. Jakarta.
 Agustian, Ary G. 2005. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ). Penerbit ARGA. Jakarta.
 Alvesson, M. and Skoldberg. 2000. Reflexive Methodology. New Vistas for Qualitative Research, SAGE Publications, Inc. London.
 Ankersmit. 1987. Denken over geschiedenis. Een overzicht van moderne geschiedfilosofische opvattingen. Dick Hartoko (penerjemah). Refleksi tentang Sejarah. Pendapat-pendapat Modern tentang Filsafat Sejarah. 1987.PT. Gramdeia. Jakarta.
 Bakri, M. (ed). 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Tinjauan Teoritis dan Praktis, Lemlit Iniversitas Islam Malang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar